Cerita Untuk Utara
Halo Utara
Salam kenal. Terima kasih untuk
ceritamu. Saban kali aku mengangguk-angguk dibuatnya.
Pilihan bagi kita untuk mempercayai
nilai-nilai yang kita anggap benar. Entah sepanjang apapun Lelaki Pencerita berkata, kau telan saja yang sesuai dengan nilai-nilai yang kau percaya. Syukur-syukur kau bisa ubah nilai yang ia percaya.
Kali lalu aku bercakap dengan seorang kawan. Dari percakapan yang panjang, kemudian kami sama-sama tahu. Kawanku lalu berujar, ‘kita berbeda prinsip’.
Kali lalu aku bercakap dengan seorang kawan. Dari percakapan yang panjang, kemudian kami sama-sama tahu. Kawanku lalu berujar, ‘kita berbeda prinsip’.
Tapi bagiku, tetap ada hal-hal
fundamental yang seharusnya dipegang teguh oleh tiap orang. Seperti halnya
kepercayaan pada firman Tuhan. Tak sekedar pada prinsip dan pemikiran dari diri
sendiri saja.
Jadilah aku masih berusaha sesekali
menyampaikan nilai fundamental yang kuanggap benar padanya agar diamini, namun aku tetap menghormatinya. Ia juga
menghormatiku, dan kami melanjutkan percakapan kami. Membahas dan berdiskusi
tentang banyak hal. Tentang silat, tentang pekerjaan, tentang pendidikan.
Matahari terus muncul lalu terbenam
di horizontal laut, Utara. Dan hidup tak sesederhana yang kita pikirkan atau
kita pandang semasa kecil. Entah bagaimana kita memandang hidup ketika kita
semakin tua nanti.
Barusan aku melihat foto bayi
seorang teman. Ia tertidur. Begitu tenang. Begitu dalam. Kau tahu apa yang ada di benakku? Sesuatu yang
rasanya jauh sekali. Ada perasaan kuat ingin menggapai bayi itu, seperti aku ingin
kembali menjadi dirinya. Menjadi bayi, tak tahu apa-apa. Tak mencecap dosa
apa-apa. Bagai bunga kapas yang terbang ringan.
Ceritaku pendek saja, semoga cukup
untuk membalas ceritamu. Lindap makin turun di kotaku.
Salam
Karang
0 Comments