Tugas 5 KMO, Membumikan Tren Wisata Syariah
Membumikan
Tren Wisata Syariah
Oleh:
Zikra Delvira
BAB I WISATA UMUM DAN SYARIAH
Plus minus wisata
Wisata
atau travelling kini menjadi semacam
gaya hidup bagi sebagian besar orang. Lihat saja di TV, terutama pada akhir
pekan, banyaknya program acara yang menayangkan seputar wisata, baik itu yang
berbau petualangan, jalan-jalan keluar negeri, perjalanan mengunjungi
mesjid-mesjid (biasanya terdapat pada Bulan Ramadhan), dan lain sebagainya.
Ditambah dengan semakin banyaknya aplikasi yang memudahkan dan agen perjalanan,
dan munculnya tiket pesawat berharga
murah. Di Indonesia, wisata yang hanya dulu dijadikan sebagai pelepas
penat dan untuk merelaksasi pikiran, kini telah dijadikan hobi atau rutinitas
bagi sebagian orang.
Berwisata
memang memiliki banyak manfaat. Selain untuk merelaksasi pikiran dan melepaskan
penat dari rutinitas keseharian, juga menjadikan terbukanya wawasan dan
cakrawala karena melihat banyak peristiwa di tempat lain dan dapat bertukar
pikiran dengan orang-orang yang ditemui di perjalanan, tentunya juga dapat
menambah teman ataupun mempererat silaturahmi. Wisata juga dijadikan profesi
oleh beberapa orang, sebut saja Gemala Hanafiah yang kemudian menjadi host di
acara travelling, selain dapat
memenuhi hobi, mendapat penghasilan pula. Selain itu dengan berwisata, kita
daat mencicipi kuliner-kuliner yang tak pernah dilihat sebelumnya, melihat
festival-festival di negeri-negeri asing. Dengan wisata, apalagi dengan jumlah
dana yang tidak memadai ataupun ke tempat-tempat yang menantang seperti gunung,
juga dapat membuat seseorang lebih terasah kreatifitasnya dan lebih tahan
banting, keberanian juga dapat diuji dan dilatih.
Bagi
banyak negara, terutama negara-negara berkembang, Wisata merupakan salah satu
bidang yang menjadi penambah devisa bagi negara. Termasuk Indonesia. Namun di
satu sisi, industri wisata masih menyisakan sentimen-sentimen negatif oleh
sebagian orang. Salah seorang kawan pernah berkata pada saya bahwa industri wisata
lebih menimbulkan banyak mudarat dibanding manfaat. Salah satunya ialah dengan
adanya tuna susila, maupun minuman keras yang sering ditemui di sebagian lokasi
wisata, terutama lokasi yang sering dikunjungi oleh wisatawan asing. Di salah
satu daerah di Jawa Barat, bahkan terdapat wisata nikah mutah.
Ada
benarnya apa yang dikatakan oleh pihak yang mempunyai sentimen negatif
tersebut. Efek-efek negatif dari berkembangnya wisata di sebagian daerah tak
bisa dihindarkan. Salah satu cara untuk mengatasi citra buruk tersebut ialah wisata
syariah. Wisata syariah setidaknya
dapat didefenisikan sebagai wisata yang sesuai dengan hukum syariat Islam yang
berlaku.
Wisata Menurut Kacamata Islam
Di
Alquran terdapat ayat mengenai dan mengatur tentang perjalanan. Yang tercantum
dalam Surat Al-Ankabut: 20, dengan terjemahan:
“Katakanlah:
‘Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan
(manusia) dari permulaanya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Di
surat lainnya juga terdapat ayat mengenai perjalanan. “Katakanlah: ‘Berjalanlah
di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan itu.” (Al-An’am:11).
Islam
mendorong umat manusia untuk melakukan perjalanan atau wisata, antara lain perjalanan
dengan tujuan untuk berhaji, umroh, berhijrah, perjalanan untuk mencari rezeki,
ataupun berpesiar untuk melihat kekuasaan Tuhan. Zamani-Farahani dan Henderson
(2009) berpendapat bahwa di sisi lain, perjalanan secara luas menjadi simbol
elemen kesabaran dan kegigihan. Ahli yang lain berpendapat bahwa tujuan dari
perjalanan ialah untuk merealisasikan kelemahan manusia dan mengapresiasi
kebesaran dan keesaan Allah.
Munculnya Tren Wisata Syariah
Pada
pertemuan di tahun 2000, Organisasi Konferensi Islam (OKI) mengenalkan wisata
syariah dan memberikan dorongan pada negara-negara anggotanya agar memulai wisata
syariah. Sejak saat itu sebagian negara mulai mengembangkan industri wisata ini
di negaranya masing.
Sebelumnya,
negara yang memegang prinsip wisata syariah ialah Saudi Arabia, yang melayani
para peziarah melakukan haji maupun umroh. Sejak konferensi yang dilakukan OKI
tersebut, hal ini kemudian menyebar di negara berpenduduk Muslim lainnya.
Malaysia menjadi negara yang paling getol mengenai hal ini. Negara yang
mempunyai tradisi Islam ini, menyuguhkan dan mengenalkan hal-hal menarik
mengenai tradisi Islam kepada wisatawan. Baik itu berupa wisata ke
masjid-masjid, wisata ke bangunan Islam dan lainnya.
Namun
wisata syariah tak hanya terbatas pada hal-hal yang berbau religi saja. Jalan-jalan
ke alam, wisata belanja, wisata budaya setempat juga terhitung sebagai Wisata
syariah, selama konsep yang dipakai sesuai dengan syariat Islam. Antara lain tersedianya
fasilitas ibadah, tidak disediakannya bir dan alkohol, tak ada pornografi dan
pornoaksi, dipisahkannya tempat antara laki-laki dan perempuan. Hal yang demikian
juga merupakan wisata syariah.
Pada
pekembangannya, wisata syariah tidak hanya dikembangkan di negara-negara
berpenduduk Muslim saja, namun juga berkembang di negara mayoritas non-Muslim. Negara
seperti Australia, Taiwan, Korea, Jepang, serta negara-negara di Eropa, secara
rinci melayani segmen Wisata Islam ini. Hal ini dikarenakan banyaknya wisatawan
Muslim yang berkunjung ke negara tersebut. Sebagai contoh, Jepang cukup banyak dikunjungi
oleh turis dari Indonesia pada tiap tahunnya, dan sebagian besar turis
Indonesia tersebut merupakan Muslim. Dari hal tersebut menunjukkan bahwa wisata
syariah menjadi ceruk pasar (niche market)
yang diminati oleh pengusaha-pengusaha di negara-negara tersebut.
Tak
hanya di luar negeri, di Bali yang minoritas Mulsim pun terdapat salah satu
unsur dari wisata syariah yaitu hotel berbasis syariah. Konsumernya merupakan
turis domestik dan turis Malaysia yang menginginkan suasana yang lebih kondusif
dan tertib.
Fenomena
mulai dan semakin berkembangnya wisata syariah ini tak terlepas dari semakin
banyaknya orang yang menganut Agama Islam. Islam terhitung sebagai agama dengan
pertumbuhan jumlah pemeluk yang lebih cepat dibanding agama lainnya. Pada 2010
tercatat populasi Muslim sebanyak 1,5 miliar dan diprediksi tumbuh menjadi 2,2
miliar pada 2020. Tercatat populasi Muslim terbanyak ialah di Asia berjumlah
4.184.149.728 dari total keseluruhan 6.925.824.107. Posisi kedua ditempati
Afrika, selanjutnya Eropa, Amerika, dan terakhir Oceania yang memiliki penduduk
Muslim sejumlah 35.799.477 (Sumber: Kettani, 2010). Sebagian penduduk Muslim
juga mulai banyak yang berada di kelas menengah atas sehingga banyak yang
berkesempatan maupun tertarik untuk melakukan wisata.
Dengan
meningkatnya minat masyarakat akan wisata syariah, juga semakin mendorong dan
menghidukan kembali budaya-budaya Islam di daerah yang bersangkutan.
Menurut
ahli, pertimbangan akan ketentuan-ketentuan Islami ketika mengembangkan
strategi wisata akan mengurangi pengaruh sociokultura negatif yang sering
menyertai Wisata di negara-negara dimana Islam menjadi agama negara atau dimana
itu berpengaruh dengan kuat (Carboni & Janati, 2015).
Sesuatu
yang berbau syariah kini juga semakin menjadi tren di kalangan Muslim. Makin
banyaknya muslimah yang berbusana menutup aurat, produk dan pelayanan semisal keuangan
syariah, makanan halal, produk kosmetik, pengobatan Islami, dan Wisata syariah
bahkan tak hanya diminayi oleh Muslim, tapi juga digunakan oleh non-Muslim. Beberapa
tahun sebelumnya, masyarakat Islam lebih corcern mengenai makanan halal saja. Untuk
ke depan, diperkirakan hal-hal yang bernafaskan Islami dan sesuai syariat akan
semakin digandrungi.
Selain
itu semenjak perisitiwa 9/11 di Amerika Serikat, muncul sentimen-sentimen buruk
terhadap Muslim dan Islam di negara-negara di Amerika dan Eropa. Hal ini juga
mengakibatkan para turis Muslim mengalihkan tujuan wisatanya ke negara-negara
lainya, seperti negara dengan populasi penduduk mayoritas Muslim.
Kini
semakin banyak negara-negara yang membangun industri wisata syariah mereka.
Malaysia yang paling getol pun akhirnya menuai hasil dengan menjadi negara
destinasi pertama wisata syariah kini. Sementara itu Indonesia berada di posisi
ke empat. Meski begitu namun tak menutup kemungkinan Indonesia dapat mengejar
ketertinggalannya. Berbagai faktor seperti negara dengan jumlah penuduk Muslim
terbanyak di dunia, masih kentalnya nuansa Islami di sejumlah daerah, banyaknya
bangunan-bangunan bernafaskan Islami semisal masjid.
Daftar Pustaka
Rahim, N. F., Shafii, Z., & Shahwan, S. (2013).
Awareness and Perception of Muslim Consumers on Non-Food Halal Product. Journal of Social and Development Sciences. Vol.
4, No. 10, pp. 478-487.
Samori, Z., Salleh, N. F. M., Khalid, M. M. (2015)
Current Trends on Halal Tourism: Cases o Selected Asian Countries. Tourism Management Perspective. TMP-00222;
1-6.
(Jurnal-jurnal lainnya, akan saya tambahkan)
0 Comments