Puasa Bintang
Bulan
Ramadhan akan segera tiba. Bersamaan dengan liburan sekolah. Banyak teman-teman
Bintang yang senang.
“Papaku
janji kalau puasaku penuh tahun ini, aku akan dibelikan sepeda,” ujar Nina
sambil tersenyum.
“Kalau
aku nggak dijanjiin apa-apa sama papa atau mama. Kata mama karena kita orang
Islam makanya harus puasa,” sahut Anindita. “Makanya aku bakal tetap puasa.”
“Kalau
kamu Bin?” tanya Nina.
“Aku
juga nggak sih,” jawab Bintang. “Sama seperti Dita, kata Bundaku, karena kita
Islam makanya harus puasa ketika Bulan Ramadhan,” tambahnya lagi.
“Berarti
kamu bakal puasa penuh tahun ini ya” tanya Anindita lagi padanya. Bintang hanya
terdiam, lalu mengangkat bahunya.
“Eh,
aku udah sampai. Dah,” lambai Nina lalu memasuki halaman rumahnya. Bintang dan
Anindita balas melambai. Ketiga anak perempuan itu memang tinggal di kompleks
perumahan yang sama, mereka baru saja pulang bermain dari rumah Cempaka.
***
Bintang
memasuki halaman rumahnya. Halaman rumah Bintang tak terlalu luas, tapi teduh
dan sejuk. Ada pohon jambu air yang cukup besar di pojok halaman. Meski kini
bukan musim berbuah, daun-daun pepohonan jambu itu menghindari rumah Bintang
dari sengatan matahari di siang hari. Di dekat pagar, bunda menanam rumpun
melati. Jika angin sepoi-sepoi, Bintang dapat mencium harum melati. Di pot-pot
kecil mungil di rak yang diletakkan di teras, terdapat kaktus yang ditanam
Bintang.
“Assalamualaikum...,”
ujar Bintang dan membuka pintu rumah.
“Waalaikumsalam,”
jawab Bunda. Bunda sedang memotong kentang di meja makan.
“Bang
Mizan mana Bunda?”
“Ke
tempat Tante Yuli,” jawan Bunda. Tante Yuli merupakan kakak Bunda yang tinggal
tidak jauh dari rumah mereka.
“Oh...,”
sahut Bintang. Ia tak menanyakan keberadaan ayah karena Bintang tahu jam segini
ayah pasti sedang bekerja di kantor.
“Aku
nggak mau puasa tahun ini,” ujar Bintang ketika duduk di kursi tepat di hadapan
Bunda. Bunda jadi terkejut.
“Lho,
kok bilang kayak gitu Bin?” tanya Bunda.
“Nggak
Bunda, aku nggak mau puasa tahun ini.”
“Tahun
lalu puasa kamu penuh lho,” Bunda mengingatkan saat Bintang menjalankan puasa
ketika ia kelas 2 SD.
“Habisnya...,”
kalimat Bintang menggantung.
“Iya,
kenapa Bin? Ayo cerita,” kata Bunda sambil berhenti memotong kentang. Ingatan
Bintang jadi terbawa ke dua tahun yang lalu saat ia masih kelas 1 SD.
***
Dua tahun yang lalu, ketika Bintang
kelas 1 SD.
Saat
itu masuk sekolah hari pertama, setelah libur lebaran. Bu Hasna, wali kelas
Bintang di kelas 1, menanyakan pada para siswa siapa yang puasanya penuh di
Bulan Ramadhan tahun itu. Hanya tiga orang yang mengangkat tangan, yaitu Miki,
Violita, dan Hanum. Sementara Bintang tak mengangkat tangannya, walaupun ia
puasa tiap hari namun ketika jam 2 siang Bintang akan berbuka. Tapi sempat lima
hari Bintang tahan puasa hingga azan Magrib. Saat itu rasanya senang sekali
karena ia bisa menyelesaikan puasanya.
Untuk
ketiga kawan Bintang yang berpuasa penuh selama Bulan Ramadhan, Bu Hasna
menjanjikan memberikan hadiah. Pada hari ketiga sekolah, benar saja. Setelah
selesai mengajar, saat akan pulang sekolah. Bu Hasna mengeluarkan hadiah yang
dibungkus kertas kado.
“Nah, ini janji Ibu,” ujar Bu Hasna. “Untuk
yang puasanya penuh tahun ini. Ayo ke depan, Miki, Violita, Hanum,” panggil Bu
Hasna.
Yang
dipanggil pun maju ke depan kelas dan menerima hadiah dari Bu Hasna. “Ah, aku
juga ingin,” gumam Bintang pada dirinya sendiri. “Tahun depan, aku akan
usahakan bisa puasa satu bulan penuh,” tekad Bintang.
Setahun
berlalu. Ketika kelas 2 SD pun, Bintang mencoba untuk berpuasa hingga Magrib
pada hari pertama. Seterusnya hingga hari terakhir, Bintang berhasil berpuasa
hingga sebulan penuh. Hal itu membuat Bintang senang. Ayah, Bunda, dan Bang
Mizan memberikan selamat. Yang paling ditunggu-tunggu Bintang adalah saat masuk
sekolah hari pertama setelah libur lebaran. Hari itu Buk Saibah, wali kelas 2
Bintang masuk ke kelas. Bintang menunggu-nunggu Bu Saibah bertanya siapa saja
yang puasanya penuh. Bintang tak sabar untuk mengangkat tangan. Memang benar
seperti dugaan Bintang, begitu menanyakan kabar para siswa sehabis libur, Bu
Saibah langsung bertanya,
“Siapa
yang puasanya penuh selama Bulan Ramadhan?” tanya Bu Saibah.
Bintang
segera mengangkat tangannya dengan bangga. Selain Bintang, ada 10 anak lainnya
yang juga mengangkat tangan.
“Wah,
hebat-hebat ya. Ada 11 orang yang sudah bisa puasa penuh. Yang lainnya tahun
depan usahakan bisa puasa seperti kawan-kawannya juga ya...,” seru Bu Saibah ke
seluruh ruangan kelas.
“Iya
Bu...,” sahut siswa sekelas.
Bu
Saibah lalu akhirnya memulai pelajaran. Yang mengangkat tangan sudah kembali
menurunkan tangannya, termasuk Bintang.
“Kenapa
Bu Saibah tidak menjanjikan hadiah?” gumam Bintang nyaris berbisik pada
dirinya.
“Ah,
mungkin nanti ketika akan pulang,” hibur Bintang. Namun ketika pulang sekolah,
yang ditunggu-tunggu Bintang untuk diucapkan Bu Saibah tak kunjung didengarnya.
Begitupun esoknya, dan esoknya lagi, akhirnya lewat sudah seminggu.
“Bu
Saibah tak akan memberikan kami hadiah,” ujar Bintang. Ia merasa kesal. Saat
itu ia berpikir untuk tak akan puasa penuh lagi ketika di kelas 3 nantinya.
***
Bintang
pun menceritakan tentang kejadian saat dirinya kelas 1 dan kelas 2 SD dulu
kepada Bunda.
“Oh,
jadi begitu ceritanya,” ujar Bunda. Bintang mengangguk.
“Hmm,
Bin, puasa itu bukan untuk mendapatkan hadiah.”
“Lho,
papanya Nina juga ngejanjiin sepeda kalau Nina bisa puasa penuh tahun ini kok
Bunda...,” kata Bintang.
“Iya,
boleh-boleh saja. Itu untuk membuat Nina bisa berpuasa dengan lebih semangat.
Tapi tujuan dari puasa bukan untuk mendapatkan hadiah Bin,” sahut Bunda.
“Hmmm,”
Bintang masih cemberut.
“Coba
kamu lihat di televisi.” Saat itu di TV sedang menayangkan tentang orang-orang
yang kelaparan di Afrika.
“Kasihan
ya Bunda,” ujar Bintang.
“Iya,
salah satu manfaat puasa, supaya kita juga merasakan apa yang dirasakan
saudara-saudara kita yang sedang kelaparan itu. Sehingga kita jadi lebih peka,”
tutur Bunda.
“Gitu
Bunda?”
“Buku
yang ayah belikan minggu lalu, yang judulnya Asyiknya Puasa, apa saja isinya Bin?” tanya Bunda.
Bintang
mengingat-ingat. “Nggg..., di buku dibilang, kalau orang Islam itu wajib
puasa... Puasa merupakan Rukun Islam ketiga Bun,” jawab Bintang.
“Nah,
terus apalagi?” sambung Bunda.
Bintang
mengingat lagi. “Sama seperti solat, niat puasa kita mesti karena Allah, bukan
untuk mendapatkan hadiah,” suara Bintang jadi pelan.
“Nah...,”
ujar Bunda.
“Jadi
tahun ini aku tetap harus puasa ya Bun? Meski nggak bakal dapat hadiah?” tanya
Bintang. Bunda hanya tersenyum.
“Hmm,
iya deh Bun,” Bintang menyimpulkan senyum Bunda. “Aku akan puasa penuh tahun
ini, bukan karena hadiah, tapi karena Allah,” ujar Bintang sambil
mengangguk-angguk dan juga ikut tersenyum.
Ramadhan
tiba, benar saja, Bintang pun berpuasa dari imsak dan baru berbuka ketika
Magrib. Bintang sudah berhasil selama beberapa hari ini. Bintang bertekad, akan
puasa penuh tahun ini meski tidak dijanjikan hadiah oleh guru di sekolah maupun
oleh ayah bunda.
Foto:Ist
(Ini kisah terinspirasi dari pengalaman pribadi, meski jalan ceritanya nggak persis sih. Tapi nama guru Bu Saibah, memang nama guru wali kelas waktu kelas 2 SD dulu di Raudhatul Jannah. Gimana kabar si ibuk ya?)
0 Comments